Nagari
Taram merupakan sebuah perkampungan kecil nan elok. Terletak di Kec. Harau di
Ranah Luak Limo Puluah. Dengan pemandangan yang asri dan udaranya yang sejuk
membuat nagari ini menjadi begitu bersahabat bagi setiap insan yang menetap di dalamnya. Hamparan sawah yang
menguning pertanda siap untuk dipanen menghiasi bentangan daratan. Suasana akan
semakin alami ketika mata dimanjakan oleh indahnya lekukan Gunung Sago, yang
seolah menjadi benteng penghalang dengan kokohnya menolak segala macam bahaya yang
datang dari luar.
Meskipun
berbatasan langsung dengan hutan Taram tidaklah ketinggalan dalam bidang
teknologi. Sentuhan teknologi modern senantiasa menyentuh kampung ini dari masa
ke masa. Di zaman pemerintahan Kolonial Belanda pada salah satu bagian di
pinggiran hutan di bangun sebuah proyek irigasi berbentuk bendungan yang sampai
sekarang masih bisa dimanfaatkan oleh masyarakat, tentu saja dengan sedikit
pemugaran.
Taram
Nan Tujuah begitulah daerah ini lebih dikenal, hal ini bukan berarti tidak beralasan.
Pemakaian angka tujuh pada nama nagari ini merupakan sebuah keharusan karena
banyak hal yang serba tujuh ada di Taram. Diantaranya ; Nagari
Taram terdiri dari tujuh suku, yaitu : suku Simabua, Suku Piliang Godang, Suku
Piliang Loweh, Suku Bodi Caniago, Suku Sumpadang, Suku Pitopang, dan Suku
Malayu. Disini juga terdapat tujuh buah Jorong, yaitu : Jorong Sipatai, Jorong
Tanjuang Ateh, Jorong Tanjuang Kubang, Jorong Balai Cubadak, Jorong
Subarang, Jorong Parak Baru, dan Jorong Gantiang. Selain itu di Taram juga
terdapat tujuh buah bukit, yaitu : Bukik Gadang, Bukik Kociak, Bukik Gahudo,
Bukik Bakia, Bukik Panjang, Bukik Sigohak,dan
Bukik Pingumbuak.
Berbicara
mengenai Bukik Godang, bukik ini merupakan symbol dan sebagai benteng
pertahanan bagi masyarakat di saat perang terjadi dahulunya. Sebagai symbol
bukit ini merupakan penunjuk arah bagi orang yang ingin mengetahui daerah
taram, karena dengan bentuknya yang unik bukit ini telah dapat dilihat dari
jauh keberadaannya, ketika dari nagari tetangga orang melihat ke arah Taram
maka yang pertama kali terlihat adalah bukik Godang. Sebagai benteng pertahanan
bukik ini berfungsi sebagai menara pengintai bagi masyarakat jika sekiranya ada
musuh yang bergerak menuju Taram, karena apabila orang berdiri di atas Bukik
Godang maka akan dapat melihat dengan jelas ke pusat Kota Payakumbuh.
Asal Mula
Nagari Taram
Di
pinggir Taram mengalir sebuah sungai yang lumayan besar yang bernama Batang
Sinamar (masyarakat menamai sungai dengan batang) yang konon kabarnya dahulu
sungai ini dipakai sebagai alat transportasi bagi masyarakat guna berniaga dari
satu daerah ke daerah berikutnya. Sebagai jalur transportasi yang lumayan sibuk
batang Sinamar kerap kali dilalui oleh para saudagar, hingga suatu hari satu
rombongan dari pedagang ini berhenti di tepian batang Sinamar yang persis
berada di daerah Taram.
Taram
dahulunya merupakan sebuah hutan belantara yang sangat lebat dan belum dihuni
oleh manusia. Kedatangan rombongan pedagang itu merupakan langkah awal bagi
dibukanya nagari yang kemudian dikenal dengan Taram. Sebagian dari anggota
rombongan tadi berjalan-jalan ke tengah hutan dan disana mereka mendapati
dataran yang bagus untuk bercocok tanam, disamping tanahnya yang datar daerah
ini juga memiliki cadangan air yang melimpah.
Kesan
baik yang didapat oleh rombongan tadi membuat mereka untuk mengambil keputusan
bahwa mereka akan datang kembali kesana. Kali ini bukan untuk singgah pelepas
lelah lagi namun lebih dari itu kedatangan mereka itu adalah untuk membuka
hutan dan menjadikan daerah itu sebagai sebuah perkampungan tempat tinggal.
Singkat cerita mereka pun akhirnya datang lagi dan mulai manaruko (
membuka lahan untuk dijadikan perumahan dan pertanian).
Seiring
berjalannya waktu rombongan demi rombongan pun berdatangan guna mencoba
peruntungan di daerah baru yang dikenal bersahabat tersebut sampai menjadi
nagari seperti sekarang. Terjadi sebuah berita yang simpang siur tentang siapa
yang pertama kali datang ke Taram, dari suku mana beliau. Mengingat tidak
adanya berita yang kuat dan bukti yang mendukung maka penulis tidak menyebutkan
disini.
Asal Nama Taram
Banyak
cerita yang menngkhabarkan tentang sebab daerah ini dinamakan dengan Nagari
Taram, disini akan penulis kemukakan beberapa cerita tersebut untuk nanti akan
penulis tekankan terhadap pendapat yang sesuai dengan pandangan penulis.
Taram
merupakan sebuah nama buluh (sejenis bambu yang kecil) yang dahulu
kabarnya banyak tumbuh di daerah ini, karena banyaknya buluh taram ini tumbuh
di sana maka orang dahulu menamakannya dengan daerah Taram, artinya daerah yang
banyak ditumbuhi buluh taram, serupa dengan penamaan nagari Buluh Kasok, yang
juga dinisbatkan dengan nama buluh.
Pendapat
lain mengatakan bahwa Taram berasal dari kata tarandam. Penamaan ini
berdasarkan kepada seringnya terjadi luapan air Batang Sinamar yang membuat
daerah disekitarnya terandam banjir. Luapan air yang kaya akan zat hara
tersebut selain mengakibatkan gagal panen, namun di sisi lain juga merupakan
berkah bagi berlimpahnya hasil panen pada tahun berikutnya. Karena itulah
daerah ini di beri nama Taram yang berarti tarandam.
Pendapat
ketiga menyatakan bahwa asal nama Taram adalah kata taran yang berasal
dari antaran. Di kaki Bukik Godang terdapat sebuah batu yang menyerupai
manusia, konon kabarnya masyarakat sekitar dahulu menjadikan patung itu untuk
sembahan mereka. Pada waktu tertentu mereka mengantarkan sesajen untuk patung
tersebut. Berbagai macam makanan dan hasil bumi mereka antarkan ke kaki Bukik
Godang yang biasa disebut dengan Bukik Talio (bukit leher). Setiap orang yang
hendak pergi mengantarkan sesajen ketika ditanya akan menjawab akan pergi
maantaran(mengantarkan) sesajen. Lambat laun kata-kata ini menjadi kata Taran
dan sampai sekarang dikenal dengan Taram.
Beberapa
versi di atas sulit untuk dicari mana yangn benar, namun setidaknya penulis
lebih cenderung memilih pendapat yang ketiga. Karena pendapat ketigalah yang
lebih logis. Pendapat pertama mengatakan asal kata Taram dari sepokok bambu
yang bernama taram, yang konon katanya banyak tumbuh di daerah itu, namun
sampai sekarang tidak ada ditemukan manakah bambu yang bernama taram itu.
Peendapat kedua mengatakan Taram berasal
dari kata tarandam tidak pula bisa di terima begitu saja, karena jika dilihat
kenyataan sekarang daerah yang terendam oleh luapan Batang Sinamar hanyalah
sebagian kecil dari daerah Taram, sedangkan sebagian besar daerah lainnya tidak
tersentuh oleh rendaman Batang Sinamar. Pendapat ketiga bisa diterima karena
apabila dilihat realita memang ada Bukik Talio dan diyakini juga di tengah
masyarakat bahwa keyakinan pertama masyarakat Taram dan sekitarnya adalah
animisme dan dinamisme, sampai datangnya seorang ulama dari negeri Persia yang
mengislamkan masyarakat, mengenai ini akan dibicarakan lebih lanjut dalam
pembahasan tersendiri. Bukti lain yang tidak terbantahkan adalah ketika
ditanyakan kepada orang tua-tua di Taram dan sekitarnya mereka akan menamakan
Taram dengan Taran. Menggunakan akhiran n bukan m sebagaimana sekarang. Hal ini
mengindikasikan kebenaran pendapat yang ketiga.
( bersambung Insya Allah)
mokasi katua atas informasinyo,,,,
BalasHapus