1. Fitrah manusia
a. Menurut Ibnu ‘Arabi hakikat manusia
adalah “ tak ada makhluk Allah yang lebih bagus dari pada manusia, yang
memiliki daya hidup, mengetahui, berkehendak, berbicara, melihat, mendengar,
berfikir, dan memutuskan. Manusia adalah makhluk kosmis yang sangat penting
karena dilengkapi dengan semua pembawaan dan syarat-syarat yang diperlukan bagi
mengemban tugas dan fungsinya sebagai makhluk Allah di muka bumi. Ada tiga kata
yang menunjukkan manusia dalam Al Quran : 1. Al Basyar, dinyatakan dalam Al Quran sebanyak
36 kali, tersebar dalam 26 surat. Secara etimilogi al basyar berarti kulit
kepala, wajah atau tubuh yang menjadi tempat tumbuhnya rambut. Penamaan ini
menunjukkan makna bahwa secara biologis yang mendominasi manusia adalah pada
kulitnya, dibanding rambut atau bulunya. Pada aspek ini terlihat perbedaan
manusia dengan makhluk lain yang lebih didominasi oleh bulu. Al Basyar juga
dapat diartikan dengan mulamasah yaitu persetubuhan kulit antara laki-laki dan
perempuan. Dengan makna itu dapat difahami bahwa seluruh manusia akan mengalami
proses reproduksi seksual dan senantiasa untuk memenuhi kebutuhan biologisnya,
memerlukan ruang dan waktu, serta tunduk pada hukum alamiah. 2. Al Insan
dinyatakan dalam Al Quran sebanyak 73 kali tersebar dalam 43 surat. Secara
etimologi, al insan dapat diartikan harmonis, lemah lembut, tampak atau pelupa.
Kata al insan dalam Al Quran digunakan
untuk menunjukkan totalitas manusia sebagai makhluk jasmani dan rohani.
Harmonisasi kedua aspek tersebut dengan berbagai potensi yang dimilikinya
mengantarkan manusia sebagai makhluk Allah yang unik dan istimewa, sempurna dan
memiliki diferensiasi individual antara satu dengan yang lain, dan sebagai
makhluk dinamis, sehingga mampu menyandang prediket khalifah Allah di muka bumi.
Perpaduan antara aspek pisik dan psikis telah membantu manusia untuk
mengekspresikan dimensi al-insan al-bayan, yaitu sebagai makhluk berbudaya yang
mampu berbicara, mengetahui baik buruk, mengembangkan ilmu pengetahuan dan
peradaban, dan lain sebagainya. Dengan kemampuan ini, manusia akan dapat
membentuk insaniah yang memiliki nuansa ilahiah yang hanif. Makna ini
mengisyaratkan bahwa manusia pada dasarnya merupakan makhluk dinamis yang
berproses dan tidak lepas dari pengaruh alam serta kebutuhan yang menyangkut
dengannya. Kata al insan juga mengandung makna kesempurnaan –sesuai dengan
tujuan penciptaanya- dan keunikan manusia sebagai makhluk Allah yang telah di
tinggikanNya beberapa derajat dari makhluk-makhluk lain. Hal ini disebabkan
karena di samping memiliki kelebihan dan keistimewaan, manusia juga memiliki
keterbatasan, tergesa-gesa, resah dan gelisah. Oleh karena itu, agar manusia
hidup sesuai dengan nilai dan tuntunan Ilahi, maka manusia dituntut untuk
menggunakan akal dan potensi pisik serta psikis yang dimilikinya secara
optimal, dengan tetap berpedoman pada ajaran-Nya. 3. Al-Nas, dinyatakan dalam
Al Quran sebanyak 240 kali dan tersebar dalam 53 surat. Kata al nas menunjukkan
pada eksistensi manusia sebagai makhluk sosial secara keseluruhan tanpa melihat
status keimanan atau kekafirannya. Kata al nas dikatakan Allah dalam Al Quran
untuk menunjukkan bahwa sebagian besar manusia tidak memiliki ketetapan
keimanan yang kuat. Kadangkala dia beriman, sementara pada waktu yang lain dia
munafik. Manusia mempunyai fitrah (potensi), diantaranya fitarah untuk
beragama,mulai dari manusia purba yang mengasumsikan agamanya lewat berbagai
macam mitos. Walaupun dalam tahap yang sangat sederhana manusia dahulu telah
mengakui adanya kekuatan lain di luar dirinya. Fitrah lain yang dimiliki
manusia adalah potensi berupa aql, qalb, dan nafs. Namun demikian aktualisasi
fitrah tersebut tidak otomatis berkembang melainkan tergantung kepada manusia
itu sendiri mengembangkannya. Usaha pengembangan fitrah manusia tersebut melalui
pendidikan adalah dengan menjadikan pendidikan Islam sebagai sebagai sarana
yang kondusif bagi proses transformasi ilmu dan budaya dari satu generasi ke
generasi berikutnya. Dalam konteks ini dipahami bahwa posisi manusia sbgai
khalifah dan ‘abd menghendaki program pendidikan yang menawarkan sepenuhnya
penguasaan ilmu pengetahuan secara totalitas, agar manusia sebagai tegar
khalifah dan takwa sebagai substansi dan aspek ‘abd.
b. Upaya yang dapat saya lakukan untuk
membuang sifat-sifat buruk yang dapat merusak fitrah adalah dengan menyadari
sepenuhnya akan hakikat penciptaan manusia. Manusia diciptakan oleh Allah untuk
beribadah kepada Allah, maka kita harus senantiasa menghambakan diri kepada
Allah. Selain sebagai hamba, manusia juga menjadi khalifah di bumi, potensi
yang diberikan oleh Allah ini harus kita sadari sebagai sebuah amanah, setiap
amanah pasti akan dipertanggung jawabkan di hadapan Allah SWT. Dengan kita
sadar akan hakikat kita sebenarnya maka sifat buruk yang ada pada diri kita
akan bisa berangsur hilang. Upaya yang dapat dilakukan untuk memelihara fitrah
adalah dengan mendekatkan diri kepada yang memberi fitrah kepada kita, yaitu
Allah SWT. Semakin dekat kita kepada Allah maka fitrah yang ada pada diri kita
akan semakin terjaga. Upaya lain yang bisa dilakukan adalah dengan menjauhi
perbuatan maksiat, karena perbuatan maksiat akan mengotori fitrah manusia.
Perbuatan maksiat akan menjauhkan kita dari Allah dan mendekatkan kita kepada
setan, semakin jauh dari Allah maka semakin besar pula potensi untuk kerusakan
fitrah kita.
2. Pendidik dan peserta didik
Pendidik
menurut M Fadhil Al Djamali, pendidik adalah orang yang mengarahkan manusia
kepada kehidupan yang baik sehingga terangkat derajat kemanusiaanya sesuai
dengan kemampuan dasar yang dimiliki oleh manusia.
Menurut
Al aziz pendidik adalah orang yang bertanggung jawab merealisasikan nilai-nilai
religius dan berupaya menciptakan individu yang memiliki pola pikir ilmiah dan
pribadi yang sempurna.
Dari
kedua devenisi diatas dapat kita analisis bahwa seorang pendidik itu harus
mengarahkan manusia kepada kehidupan yang lebih baik, pendidik harus mampu
mengangkat derajat kemanusiaan manusia sesuai dengan kemampuan dasar yang
dimilikinya, merealisasikan nilai-nilai religius, dan menciptakan pola pikir ilmiah
bagi peserta didik.
Kedua
pendapat diatas dapat kita bandingkan bahwa pendapat yang pertama lebih
menekankan kepada sisi kemanusiaan, sedangkan pendapat yang kedua cenderung
melihat kepada nilai-nilai religius.
Peserta
didik merupakan komponen yang melakukan kegiatan belajar untuk mengembangkan
potensi kemampuan menjadi nyata untuk mencapai tujuan belajar.
3. Kurikulum pendidikan
a. Kurikulum adalah sejumlah kegiatan yang
mencakup berbagai rencana strategi belajar mengajar, pengaturan-pengaturan
program agar dapat diterapkan, dan hal-hal yang mencakup pada kegiatan yang
bertujuan mencapai tujuan yang diinginkan. Fungsi kurikulum adalah :
ü Sebagai program studi, yaitu seperangkat
mata pelajaran yang mampu dipelajari oleh anak didik di sekolah atau instansi
pendidikan lainnya.
ü Sebagai content, yaitu membuat sejumlah
data atau informasi yang tertera dalam buku teks atau informasi lainnya yang
memungkinkan timbulnya proses pembelajaran.
ü Sebagai kegiatan berencana, yaitu membuat
kegiatan belajar yang direncanakan tentang hal-hal yang akan diajarkan dan
dengan cara bagaiman hal tersebut akan diajarkan.
ü Sebagai hasil belajar, yaitu memuat
seperangkat tujuan yang utuh untuk memperoleh suatu hasil tertentu.
ü Sebagai reproduksi cultural, yaitu
proses transformasi dan refleksi butir-butir kebudayaan masyarakat agar
dimiliki dan dipahami peserta didik.
ü Sebagai pengalaman belajar, yaitu
keseluruhan pengalaman belajar yang direncanakan di bawah pimpinan sekolah.
b. Menurut saya pendidikan yang sedang saya
jalani sekarang telah sesuai dengan kurikulum dan implementasi yang
sesungguhnya. Karena sebagai prodi yang akan mencetak pendidik disini telah
dibekali dengan berbagai keterampilan tentang cara-cara mendidik, serta
berbagai macam pengetahuan yang menyangkut dengan dunia pendidikan. Pendidikan
sangat berarti bagi diri saya, karena dengan melalui pendidikanlah kita bisa
mendapatkan ilmu, orang yang berilmu tentu akan menjadi orang yang mulia, tanpa
proses pendidikan tidak akan dapat ilmu dan sulit untuk bisa menjadi orang
yanng mulia, baik mulia dalam pandangan Allah, maupun dalam pandangan manusia.
Pendidikan yang saya lalui sekarang ini saya kira dapat membuat kelangsungan
hidup saya terjamin, karena selama dunia ini masih ada manusia senantiasa akan
membutuhkan pendidikan, semakin tinggi tingkat kemajuan manusia semakin tinggi
pula kebutuhan mereka akan pendidikan. Oleh sebab itu sebagai tenaga pendidik
tidak akan kekurangan job nantinya. Dengan demikian sikap optimis tentu akan
selalu ada yang kemudian akan mengantarkan kepada kesenangan dan kebahagiaan.
4. Media, metode dan alat
a. Media
berasal dari bahasa latin dan bentuk jamak dari medium yang secara harfiah berarti pengantar, menurut Gegne media
adalah “berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang
peserta didik dalam belajar untuk belajar”. Sedangkan alat adalah segala
sesuatu yang dipakai untuk mencapai suatu tujuan pendidikan Islam. Secara
etimilogis metode berasal dari bahasa latin “meta” yang artinya melalui dan
“hodos” yang artinya jalan. Maka metode pendidikan Islam dapat diartikan sebagai
jalan atau cara yang dapat ditempuh untuk menyampaikan bahan/materi
pendidikan Islam kepada anak didik agar
terwujud kepribadian muslim. Ruang lingkukp dari media pendidikan adalah segala
macam yang dipakai guna terwujudnya sebuah proses pembelajaran yang baik. Media
pendidikan merupakan sesuatu yang terpakai langsung dalam proses belajar
mengajar, tanpa media pembelajaran sulit untuk dilakukan. Media terbagi tiga,
yaitu : media visual, audio, dan media gerak. Ruang lingkup metode pendidikan
adalah segala macam cara yang dipakai dalam menyampaikan sebuah pesan dalam
proses belajar mengajar. Metode pada hakikatnya terbagi ke dalam dua hal, yaitu
: metode konvensional berupa metode ceramah, tanya jawab, diskusi, pemberian
tugas, demonstrasi, eksperimen, kisah, amsal, dan lain-lain, kemudian metode
inkonvensional, berupa penggunaan komputer dalam proses belajar mengajar. Ruang
lingkup alat pendidikan ada dua macam, yaitu : alat yang besifat benda seperti
kursi, meja, papan tulis, kemudian alat yang bukan benda seperti pujian, hukuman,
teguran. Kegunaan dari media dan alat dalam dunia pendidikan adalah untuk
memberikan pemahaman yang seragam tentang suatu objek, selain juga dapat
menjadi alat untuk membantu mempermudah pemahaman peserta didik. Metode berguna
untuk menyampaikan materi ajar kepada peserta didik, dengan metode tertentu
peserta didik cocok dan dapat mengerti pelajaran dengan mudah, jadi metode
bermanfaat dalam mencari cara atau jalan yang cocok untuk menyampaikan sebuah
ilmu.
b. Keteladanan, pembiasaan, pujian,
hukuman, persetujuan termasuk kedalam alat pendidikan yang bersifat non materi.
c. Pengalaman yang sangat berharga dalam
diri saya adalah pengalaman ketika saya duduk di bangku perkuliahan ini. Tekad
saya yang kuat untuk kuliah terinspirasi dari keteladan yang pernah diberikan
oleh guru saya ketika masih menuntut ilmu di sebuah madarasah aliyah swasta di
Kabupaten Limo Puluah Koto. Keteladanan yang sangat membekas dari beliau adalah
sebuah tekad yang kuat akan mampu mengalahkan hal yang sulit untuk menjadi
kemungkinan sekalipun. Sebagai anak yang terlahir dari keluarga pas-pas an,
untuk bermimpi kuliah saja saya tidak berani. Karena memang kuliah itu
memerlukan biaya, apalagi harus merantau ke Kota Padang. Lama saya berpikir
untuk menentukan jalan hidup setelah tamat madrasah aliyah. Namun ketika saya
teringat akan keteladanan yang pernah diberikan oleh guru dulunya, saya
beranikan diri untuk meninggalkan kampung halaman merantau ke Kota Padang untuk
mencari ilmu. Berbekal izin dari orang tua saya berangkat ke Padang. Banyak
pekerjaan telah saya lakoni guna menyambung hidup dan melanjutkan pendidikan di
sini. Alhamdulillah sebuah tekad yang kuat telah membuat saya mempu menerobos
sesuatu hal yang rasanya mustahil, saya bisa kuliah tanpa harus membebani orang
tua.
d. Keteladanan yang ingin saya wariskan
kepada murid-murid nantinya adalah sebuah keteladanan dengan tekad yang kuat
dalam menghadapi sesuatu, disamping itu juga dengan mementingkan arti sebuah
kedisiplinan, agar ke depan janji yang direncanakan pukul satu siang memang
betul tepat pada waktunya, jangan adalagi keluar istilah “jam karet” atau
“jamnya orang Indonesia”
5. Evaluasi pendidikan
a. to
value berarti nilai, pada awalnya
dipopulerkan oleh filosof, yaitu Plato, dalam perkembangannya kata nilai
digunakan dalam berbagai cabang disiplin ilmu, jika diaplikasikan dalam dunia
pendidikan to value berarti
memberikan muatan nilai dalam ontologi dan epistimologi pendidikan, serta
mengarahkan prosesnya agar tetap mengacu pada nilai. Dengan pemaknaan ini, maka
proses penilaian dilakukan selama proses pendidikan berlangsung. To meassure adalah membandingkan sesuatu
dengan suatu ukuran, pengukuran ini bersifat kuantitatif. Ujian adalah sebuah
evaluasi yang dilakukan pada saat telah berakhirnya sebuah tahapan pendidikan,
seperti pada akhir semester. Ulangan adalah evaluasi yang dilakkukan setelah
selesainnya sebuah bab dalam suatu disiplin ilmu tertentu. Latihan adalah
evaluasi yang dilakukan ketika penyampaian materi masih berlangsung, berguna
untuk mengetahui sejauh mana pemahaman peserta didik terhadap materi yang
sedang disampaikan.
b. Konsep
evaluasi dalam Alquran : al hisab,
memiliki makna mengira, menafsirkan, dan menghitung. Hal ini dapat dilihat
dalam firman Allah SWT yang artinya : “ Dan
jika kamu melahirkan apa yang ada dihatimu atau kamu menyembunyikannya, niscaya
Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatan itu. Maka Allah
mengampuni siapa yang dikehendaki”. (QS al baqarah 284). Al bala’ memiliki makna cobaan, ujian.
Misalnya dalam firman Allah SWT yang artinya :” yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu ahsan (yang
lebih baik) amalnya”. (QS. Al mulk 2). Al
hukm, memiliki makna putusan atau vonis. Misalnya dalam firman Allah SWT
yang artinya : “ sesungguhnya Tuhanmu
akan menyelesaikan perkara antara mereka dengan putusanNya, dan Dia maha
perkasa dan maha mengetahui”. (QS Al naml 78). Al qadha, memiliki arti putusan misalnya dalam firman Allah yang
artinya : “ maka putuskanlah apa yang
hendak kamu putuskan. Sesungguhnya kamu hanya akan dapat memutuskan pada
kehidupan di dunia ini saja”. (QS. Thaha 72). An nazhr, memiliki arti melihat. Misalnya firman Allah SWT yang
artinya : “ (Sulaiaman) berkata : akan
kami lihat, apakah kamu benar benar ataukah kamu termasuk orang-orang berdusta”.
(QS Al naml 27). Al imtihan.
c. Kekhawatiran dan kecemasan dalam
mengahadapi ujian sebenarnya bukan hanya semata-mata kesalahan murid. Dalam hal
ini saya melihat ada beberapa aspek yang menyebabkannya : dari segi murid
disebabkan oleh persiapan yang kurang dan tidak bisa menguasai materi yang akan
diujikan, hal ini mungkin disebabkan oleh rasa malas atau adanya hal lain yang
membuat murid tersebut tidak bisa belajar dengan baik, seringnya memakai SKS (
sistim kebut semalam) sistim ini tidak banyak membantu dalam menguasai materi
karena dengan desakan waktu dan banyaknya materi hanya akan menambah stres dan
tekanan dalam diri . Dari segi psikologis murid sering stres dalam mengahadapi
ujian karena sosialisasi yang kurang tepat dari guru yang bersangkutan, klaim
dari guru yang mengatakan “hasil ujian adalah penentu dan harga mati bagi
sebuah keberhasilan” akan menekan perasaan murid. Guru yang hanya berpatokan
pada hasil ujian dalam menilai akan memperparah kasus ini. Selanjutnya yang
harus bertanggung jawab atas ketakutan banyak murid dalam menghadapi ujian ini
adalah pemerintah. Selaku pembuat kebijakan seharusnya pemerintah memikirkan
aspek proses, bukan hanya hasil nilai di atas kertas. Senada dengan yang
dilakukan guru tadi kebijakan pemerintah yang menentukn nasib pendidikan
seseorang hanya dengan melihat nilai akhir akan menanamkan rasa takut dan
kecemasan yang bertambah-tambah dalam diri murid ketika menghadapi ujian. Jadi
ketiga kelompok inilah yang harus menyadari dan merubah pola pikir, mulai dari
murid, guru dan pemerintah. Saya adalah orang yang pernah melihat “jimat” dalam
ujian, saya juga sering berbagi dengan teman dalam ujian sekedar apa yang saya
ketahui, karena menurut saya ilmu adalah apa yang telah kita peroleh dan ada
dalam kepala kita, terkadang yang kita tangkap dari sebuah materi itu berbeda
dari apa yang diuji oleh guru, sedangkan nilai adalah sesuatu yang penting pula
dalam sebuah legalitas ilmu. Seharusnya sikap siswa dalam menghadapi ujian
tidaklah perlu takut atau cemas, namun hal ini akan tercapai ketika telah
terdapat sebuah pemikiran bahwa hasil dari sebuah evaluasi yang berupa nilai
tersebut tidak lagi menjadi penentu sebuah keberhasilan. Berbicara sampai kapan
saya tidak akan merasa cemas ketika menghadapi ujian adalah sampai hasil dari
ujian itu tidaklah menjadi hakim dari nasib manusia. Namun penilaian yang
dilakukan lebih ditekankan pada proses, bukan hasil semata-mata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar