Selasa, 22 Mei 2012

filsafat pendidikan Islam


1.      Fitrah manusia
a.       Menurut Ibnu ‘Arabi hakikat manusia adalah “ tak ada makhluk Allah yang lebih bagus dari pada manusia, yang memiliki daya hidup, mengetahui, berkehendak, berbicara, melihat, mendengar, berfikir, dan memutuskan. Manusia adalah makhluk kosmis yang sangat penting karena dilengkapi dengan semua pembawaan dan syarat-syarat yang diperlukan bagi mengemban tugas dan fungsinya sebagai makhluk Allah di muka bumi. Ada tiga kata yang menunjukkan manusia dalam Al Quran : 1.  Al Basyar, dinyatakan dalam Al Quran sebanyak 36 kali, tersebar dalam 26 surat. Secara etimilogi al basyar berarti kulit kepala, wajah atau tubuh yang menjadi tempat tumbuhnya rambut. Penamaan ini menunjukkan makna bahwa secara biologis yang mendominasi manusia adalah pada kulitnya, dibanding rambut atau bulunya. Pada aspek ini terlihat perbedaan manusia dengan makhluk lain yang lebih didominasi oleh bulu. Al Basyar juga dapat diartikan dengan mulamasah yaitu persetubuhan kulit antara laki-laki dan perempuan. Dengan makna itu dapat difahami bahwa seluruh manusia akan mengalami proses reproduksi seksual dan senantiasa untuk memenuhi kebutuhan biologisnya, memerlukan ruang dan waktu, serta tunduk pada hukum alamiah. 2. Al Insan dinyatakan dalam Al Quran sebanyak 73 kali tersebar dalam 43 surat. Secara etimologi, al insan dapat diartikan harmonis, lemah lembut, tampak atau pelupa.  Kata al insan dalam Al Quran digunakan untuk menunjukkan totalitas manusia sebagai makhluk jasmani dan rohani. Harmonisasi kedua aspek tersebut dengan berbagai potensi yang dimilikinya mengantarkan manusia sebagai makhluk Allah yang unik dan istimewa, sempurna dan memiliki diferensiasi individual antara satu dengan yang lain, dan sebagai makhluk dinamis, sehingga mampu menyandang prediket khalifah Allah di muka bumi. Perpaduan antara aspek pisik dan psikis telah membantu manusia untuk mengekspresikan dimensi al-insan al-bayan, yaitu sebagai makhluk berbudaya yang mampu berbicara, mengetahui baik buruk, mengembangkan ilmu pengetahuan dan peradaban, dan lain sebagainya. Dengan kemampuan ini, manusia akan dapat membentuk insaniah yang memiliki nuansa ilahiah yang hanif. Makna ini mengisyaratkan bahwa manusia pada dasarnya merupakan makhluk dinamis yang berproses dan tidak lepas dari pengaruh alam serta kebutuhan yang menyangkut dengannya. Kata al insan juga mengandung makna kesempurnaan –sesuai dengan tujuan penciptaanya- dan keunikan manusia sebagai makhluk Allah yang telah di tinggikanNya beberapa derajat dari makhluk-makhluk lain. Hal ini disebabkan karena di samping memiliki kelebihan dan keistimewaan, manusia juga memiliki keterbatasan, tergesa-gesa, resah dan gelisah. Oleh karena itu, agar manusia hidup sesuai dengan nilai dan tuntunan Ilahi, maka manusia dituntut untuk menggunakan akal dan potensi pisik serta psikis yang dimilikinya secara optimal, dengan tetap berpedoman pada ajaran-Nya. 3. Al-Nas, dinyatakan dalam Al Quran sebanyak 240 kali dan tersebar dalam 53 surat. Kata al nas menunjukkan pada eksistensi manusia sebagai makhluk sosial secara keseluruhan tanpa melihat status keimanan atau kekafirannya. Kata al nas dikatakan Allah dalam Al Quran untuk menunjukkan bahwa sebagian besar manusia tidak memiliki ketetapan keimanan yang kuat. Kadangkala dia beriman, sementara pada waktu yang lain dia munafik. Manusia mempunyai fitrah (potensi), diantaranya fitarah untuk beragama,mulai dari manusia purba yang mengasumsikan agamanya lewat berbagai macam mitos. Walaupun dalam tahap yang sangat sederhana manusia dahulu telah mengakui adanya kekuatan lain di luar dirinya. Fitrah lain yang dimiliki manusia adalah potensi berupa aql, qalb, dan nafs. Namun demikian aktualisasi fitrah tersebut tidak otomatis berkembang melainkan tergantung kepada manusia itu sendiri mengembangkannya. Usaha pengembangan fitrah manusia tersebut melalui pendidikan adalah dengan menjadikan pendidikan Islam sebagai sebagai sarana yang kondusif bagi proses transformasi ilmu dan budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dalam konteks ini dipahami bahwa posisi manusia sbgai khalifah dan ‘abd menghendaki program pendidikan yang menawarkan sepenuhnya penguasaan ilmu pengetahuan secara totalitas, agar manusia sebagai tegar khalifah dan takwa sebagai substansi dan aspek ‘abd.
b.      Upaya yang dapat saya lakukan untuk membuang sifat-sifat buruk yang dapat merusak fitrah adalah dengan menyadari sepenuhnya akan hakikat penciptaan manusia. Manusia diciptakan oleh Allah untuk beribadah kepada Allah, maka kita harus senantiasa menghambakan diri kepada Allah. Selain sebagai hamba, manusia juga menjadi khalifah di bumi, potensi yang diberikan oleh Allah ini harus kita sadari sebagai sebuah amanah, setiap amanah pasti akan dipertanggung jawabkan di hadapan Allah SWT. Dengan kita sadar akan hakikat kita sebenarnya maka sifat buruk yang ada pada diri kita akan bisa berangsur hilang. Upaya yang dapat dilakukan untuk memelihara fitrah adalah dengan mendekatkan diri kepada yang memberi fitrah kepada kita, yaitu Allah SWT. Semakin dekat kita kepada Allah maka fitrah yang ada pada diri kita akan semakin terjaga. Upaya lain yang bisa dilakukan adalah dengan menjauhi perbuatan maksiat, karena perbuatan maksiat akan mengotori fitrah manusia. Perbuatan maksiat akan menjauhkan kita dari Allah dan mendekatkan kita kepada setan, semakin jauh dari Allah maka semakin besar pula potensi untuk kerusakan fitrah kita.
2.      Pendidik dan peserta didik
Pendidik menurut M Fadhil Al Djamali, pendidik adalah orang yang mengarahkan manusia kepada kehidupan yang baik sehingga terangkat derajat kemanusiaanya sesuai dengan kemampuan dasar yang dimiliki oleh manusia.
Menurut Al aziz pendidik adalah orang yang bertanggung jawab merealisasikan nilai-nilai religius dan berupaya menciptakan individu yang memiliki pola pikir ilmiah dan pribadi yang sempurna.
Dari kedua devenisi diatas dapat kita analisis bahwa seorang pendidik itu harus mengarahkan manusia kepada kehidupan yang lebih baik, pendidik harus mampu mengangkat derajat kemanusiaan manusia sesuai dengan kemampuan dasar yang dimilikinya, merealisasikan nilai-nilai religius, dan menciptakan pola pikir ilmiah bagi peserta didik.
Kedua pendapat diatas dapat kita bandingkan bahwa pendapat yang pertama lebih menekankan kepada sisi kemanusiaan, sedangkan pendapat yang kedua cenderung melihat kepada nilai-nilai religius.
Peserta didik merupakan komponen yang melakukan kegiatan belajar untuk mengembangkan potensi kemampuan menjadi nyata untuk mencapai tujuan belajar.
3.      Kurikulum pendidikan
a.       Kurikulum adalah sejumlah kegiatan yang mencakup berbagai rencana strategi belajar mengajar, pengaturan-pengaturan program agar dapat diterapkan, dan hal-hal yang mencakup pada kegiatan yang bertujuan mencapai tujuan yang diinginkan. Fungsi kurikulum adalah :
ü  Sebagai program studi, yaitu seperangkat mata pelajaran yang mampu dipelajari oleh anak didik di sekolah atau instansi pendidikan lainnya.
ü  Sebagai content, yaitu membuat sejumlah data atau informasi yang tertera dalam buku teks atau informasi lainnya yang memungkinkan timbulnya proses pembelajaran.
ü  Sebagai kegiatan berencana, yaitu membuat kegiatan belajar yang direncanakan tentang hal-hal yang akan diajarkan dan dengan cara bagaiman hal tersebut akan diajarkan.
ü  Sebagai hasil belajar, yaitu memuat seperangkat tujuan yang utuh untuk memperoleh suatu hasil tertentu.
ü  Sebagai reproduksi cultural, yaitu proses transformasi dan refleksi butir-butir kebudayaan masyarakat agar dimiliki dan dipahami peserta didik.
ü  Sebagai pengalaman belajar, yaitu keseluruhan pengalaman belajar yang direncanakan di bawah pimpinan sekolah.
b.      Menurut saya pendidikan yang sedang saya jalani sekarang telah sesuai dengan kurikulum dan implementasi yang sesungguhnya. Karena sebagai prodi yang akan mencetak pendidik disini telah dibekali dengan berbagai keterampilan tentang cara-cara mendidik, serta berbagai macam pengetahuan yang menyangkut dengan dunia pendidikan. Pendidikan sangat berarti bagi diri saya, karena dengan melalui pendidikanlah kita bisa mendapatkan ilmu, orang yang berilmu tentu akan menjadi orang yang mulia, tanpa proses pendidikan tidak akan dapat ilmu dan sulit untuk bisa menjadi orang yanng mulia, baik mulia dalam pandangan Allah, maupun dalam pandangan manusia. Pendidikan yang saya lalui sekarang ini saya kira dapat membuat kelangsungan hidup saya terjamin, karena selama dunia ini masih ada manusia senantiasa akan membutuhkan pendidikan, semakin tinggi tingkat kemajuan manusia semakin tinggi pula kebutuhan mereka akan pendidikan. Oleh sebab itu sebagai tenaga pendidik tidak akan kekurangan job nantinya. Dengan demikian sikap optimis tentu akan selalu ada yang kemudian akan mengantarkan kepada kesenangan dan kebahagiaan.
4.      Media, metode dan alat
a.        Media berasal dari bahasa latin dan bentuk jamak dari medium yang secara harfiah berarti pengantar, menurut Gegne media adalah “berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang peserta didik dalam belajar untuk belajar”. Sedangkan alat adalah segala sesuatu yang dipakai untuk mencapai suatu tujuan pendidikan Islam. Secara etimilogis metode berasal dari bahasa latin “meta” yang artinya melalui dan “hodos” yang artinya jalan. Maka metode pendidikan Islam dapat diartikan sebagai jalan atau cara yang dapat ditempuh untuk menyampaikan bahan/materi pendidikan  Islam kepada anak didik agar terwujud kepribadian muslim. Ruang lingkukp dari media pendidikan adalah segala macam yang dipakai guna terwujudnya sebuah proses pembelajaran yang baik. Media pendidikan merupakan sesuatu yang terpakai langsung dalam proses belajar mengajar, tanpa media pembelajaran sulit untuk dilakukan. Media terbagi tiga, yaitu : media visual, audio, dan media gerak. Ruang lingkup metode pendidikan adalah segala macam cara yang dipakai dalam menyampaikan sebuah pesan dalam proses belajar mengajar. Metode pada hakikatnya terbagi ke dalam dua hal, yaitu : metode konvensional berupa metode ceramah, tanya jawab, diskusi, pemberian tugas, demonstrasi, eksperimen, kisah, amsal, dan lain-lain, kemudian metode inkonvensional, berupa penggunaan komputer dalam proses belajar mengajar. Ruang lingkup alat pendidikan ada dua macam, yaitu : alat yang besifat benda seperti kursi, meja, papan tulis, kemudian alat yang bukan benda seperti pujian, hukuman, teguran. Kegunaan dari media dan alat dalam dunia pendidikan adalah untuk memberikan pemahaman yang seragam tentang suatu objek, selain juga dapat menjadi alat untuk membantu mempermudah pemahaman peserta didik. Metode berguna untuk menyampaikan materi ajar kepada peserta didik, dengan metode tertentu peserta didik cocok dan dapat mengerti pelajaran dengan mudah, jadi metode bermanfaat dalam mencari cara atau jalan yang cocok untuk menyampaikan sebuah ilmu.
b.      Keteladanan, pembiasaan, pujian, hukuman, persetujuan termasuk kedalam alat pendidikan yang bersifat non materi.
c.       Pengalaman yang sangat berharga dalam diri saya adalah pengalaman ketika saya duduk di bangku perkuliahan ini. Tekad saya yang kuat untuk kuliah terinspirasi dari keteladan yang pernah diberikan oleh guru saya ketika masih menuntut ilmu di sebuah madarasah aliyah swasta di Kabupaten Limo Puluah Koto. Keteladanan yang sangat membekas dari beliau adalah sebuah tekad yang kuat akan mampu mengalahkan hal yang sulit untuk menjadi kemungkinan sekalipun. Sebagai anak yang terlahir dari keluarga pas-pas an, untuk bermimpi kuliah saja saya tidak berani. Karena memang kuliah itu memerlukan biaya, apalagi harus merantau ke Kota Padang. Lama saya berpikir untuk menentukan jalan hidup setelah tamat madrasah aliyah. Namun ketika saya teringat akan keteladanan yang pernah diberikan oleh guru dulunya, saya beranikan diri untuk meninggalkan kampung halaman merantau ke Kota Padang untuk mencari ilmu. Berbekal izin dari orang tua saya berangkat ke Padang. Banyak pekerjaan telah saya lakoni guna menyambung hidup dan melanjutkan pendidikan di sini. Alhamdulillah sebuah tekad yang kuat telah membuat saya mempu menerobos sesuatu hal yang rasanya mustahil, saya bisa kuliah tanpa harus membebani orang tua.
d.      Keteladanan yang ingin saya wariskan kepada murid-murid nantinya adalah sebuah keteladanan dengan tekad yang kuat dalam menghadapi sesuatu, disamping itu juga dengan mementingkan arti sebuah kedisiplinan, agar ke depan janji yang direncanakan pukul satu siang memang betul tepat pada waktunya, jangan adalagi keluar istilah “jam karet” atau “jamnya orang Indonesia”
5.      Evaluasi pendidikan
a.       to value berarti nilai, pada awalnya dipopulerkan oleh filosof, yaitu Plato, dalam perkembangannya kata nilai digunakan dalam berbagai cabang disiplin ilmu, jika diaplikasikan dalam dunia pendidikan to value berarti memberikan muatan nilai dalam ontologi dan epistimologi pendidikan, serta mengarahkan prosesnya agar tetap mengacu pada nilai. Dengan pemaknaan ini, maka proses penilaian dilakukan selama proses pendidikan berlangsung. To meassure adalah membandingkan sesuatu dengan suatu ukuran, pengukuran ini bersifat kuantitatif. Ujian adalah sebuah evaluasi yang dilakukan pada saat telah berakhirnya sebuah tahapan pendidikan, seperti pada akhir semester. Ulangan adalah evaluasi yang dilakkukan setelah selesainnya sebuah bab dalam suatu disiplin ilmu tertentu. Latihan adalah evaluasi yang dilakukan ketika penyampaian materi masih berlangsung, berguna untuk mengetahui sejauh mana pemahaman peserta didik terhadap materi yang sedang disampaikan.
b.       Konsep evaluasi dalam Alquran : al hisab, memiliki makna mengira, menafsirkan, dan menghitung. Hal ini dapat dilihat dalam firman Allah SWT yang artinya : “ Dan jika kamu melahirkan apa yang ada dihatimu atau kamu menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatan itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehendaki”. (QS al baqarah 284). Al bala’ memiliki makna cobaan, ujian. Misalnya dalam firman Allah SWT yang artinya :” yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu ahsan (yang lebih baik) amalnya”. (QS. Al mulk 2). Al hukm, memiliki makna putusan atau vonis. Misalnya dalam firman Allah SWT yang artinya : “ sesungguhnya Tuhanmu akan menyelesaikan perkara antara mereka dengan putusanNya, dan Dia maha perkasa dan maha mengetahui”. (QS Al naml 78). Al qadha, memiliki arti putusan misalnya dalam firman Allah yang artinya : “ maka putuskanlah apa yang hendak kamu putuskan. Sesungguhnya kamu hanya akan dapat memutuskan pada kehidupan di dunia ini saja”. (QS. Thaha 72). An nazhr, memiliki arti melihat. Misalnya firman Allah SWT yang artinya : “ (Sulaiaman) berkata : akan kami lihat, apakah kamu benar benar ataukah kamu termasuk orang-orang berdusta”. (QS Al naml 27). Al imtihan.
c.       Kekhawatiran dan kecemasan dalam mengahadapi ujian sebenarnya bukan hanya semata-mata kesalahan murid. Dalam hal ini saya melihat ada beberapa aspek yang menyebabkannya : dari segi murid disebabkan oleh persiapan yang kurang dan tidak bisa menguasai materi yang akan diujikan, hal ini mungkin disebabkan oleh rasa malas atau adanya hal lain yang membuat murid tersebut tidak bisa belajar dengan baik, seringnya memakai SKS ( sistim kebut semalam) sistim ini tidak banyak membantu dalam menguasai materi karena dengan desakan waktu dan banyaknya materi hanya akan menambah stres dan tekanan dalam diri . Dari segi psikologis murid sering stres dalam mengahadapi ujian karena sosialisasi yang kurang tepat dari guru yang bersangkutan, klaim dari guru yang mengatakan “hasil ujian adalah penentu dan harga mati bagi sebuah keberhasilan” akan menekan perasaan murid. Guru yang hanya berpatokan pada hasil ujian dalam menilai akan memperparah kasus ini. Selanjutnya yang harus bertanggung jawab atas ketakutan banyak murid dalam menghadapi ujian ini adalah pemerintah. Selaku pembuat kebijakan seharusnya pemerintah memikirkan aspek proses, bukan hanya hasil nilai di atas kertas. Senada dengan yang dilakukan guru tadi kebijakan pemerintah yang menentukn nasib pendidikan seseorang hanya dengan melihat nilai akhir akan menanamkan rasa takut dan kecemasan yang bertambah-tambah dalam diri murid ketika menghadapi ujian. Jadi ketiga kelompok inilah yang harus menyadari dan merubah pola pikir, mulai dari murid, guru dan pemerintah. Saya adalah orang yang pernah melihat “jimat” dalam ujian, saya juga sering berbagi dengan teman dalam ujian sekedar apa yang saya ketahui, karena menurut saya ilmu adalah apa yang telah kita peroleh dan ada dalam kepala kita, terkadang yang kita tangkap dari sebuah materi itu berbeda dari apa yang diuji oleh guru, sedangkan nilai adalah sesuatu yang penting pula dalam sebuah legalitas ilmu. Seharusnya sikap siswa dalam menghadapi ujian tidaklah perlu takut atau cemas, namun hal ini akan tercapai ketika telah terdapat sebuah pemikiran bahwa hasil dari sebuah evaluasi yang berupa nilai tersebut tidak lagi menjadi penentu sebuah keberhasilan. Berbicara sampai kapan saya tidak akan merasa cemas ketika menghadapi ujian adalah sampai hasil dari ujian itu tidaklah menjadi hakim dari nasib manusia. Namun penilaian yang dilakukan lebih ditekankan pada proses, bukan hasil semata-mata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar